Hikayat Prang Sabi
adalah sebuah hikayat yang diciptakan atau dikarang oleh Tgk Chik Pante
Kulu yang merupakan sebuah syair kepahlawanan yang membentuk suatu irama
dan nada yang sangat heroik yang membangkitkan semangat para pejuang
Aceh dari zaman penjajahan portugis sampai zaman penjajahan Belanda.
Hikayat Prang Sabi adalah salah satu inspirator besar dalam menentukan
perjuangan rakyat Aceh. Memang sejak dulu bangsa Aceh sangat akrab
dengan syair-syair perjuangan Islam, sajak-sajak akan sebuah hakikat
keadilan. Hikayat ini selalu diperdengarkan ke setiap telinga anak-anak
aceh, laki-laki, perempuan, tua muda, besar kecil dari zaman ke zaman
dalam sejarah Aceh Sepanjang Abad.

Pengaruh hikayat perang sabil hasil karangannya, telah
mampu membangkitkan semangat jihad siapa saja yang membaca ataupun
mendengarnya untuk terjun ke medan perang melawan penjajahan Belanda
ketika itu. Sehingga Zentgraf dalam bukunya “Aceh” (1983) menulis banyak
pemuda yang memantapkan langkahnya ke medan perang Aceh melawan Belanda
karena pengaruh buku hikayat perang sabil yang sengaja ditulis seorang
ulama besar Aceh bernama Tgk. Muhammad Pante Kulu.
Menurut
Zentgraf, hikayat perang sabil karangan ulama Pante Kulu telah menjadi
momok yang sangat ditakuti oleh Belanda, sehingga siapa saja yang
diketahui menyimpan-apalagi membaca hikayat perang sabil itu mereka akan
mendapatkan hukuman dari pemerintah Hindia Belanda dengan membuangnya
ke Papua atau Nusa Kembangan. Sarjana Belanda ini menyimpulkan, bahwa
belum pernah ada karya sastra di dunia yang mampu membakar emosional
manusia untuk rela berperang dan siap mati, kecuali hikayat perang sabil
karya Pante Kulu dari Aceh. Kalau pun ada karya sastrawan Perancis La
Marseillaise dalam masa Revolusi Perancis, dan karya Common Sense dalam
masa perang kemerdekaan Amerika, namun kedua karya sastra itu tidak
sebesar pengaruh hikayat perang sabil yang dihasilkan Muhammad Pante
Kulu.
Itu sebabnya, Ali Hasjmy menilai bahwa hikayat perang sabil
yang ditulis Tgk. Chik Pante Kulu telah berhasil menjadi karya sastra
puisi terbesar di dunia. Menurut Hasjmy, pengaruh syair hikayat perang
sabil sama halnya dengan pengaruh syair-syair perang yang ditulis oleh
Hasan bin Sabit dalam mengobarkan semangat jihad umat Islam di zaman
Rasulullah. Atau paling tidak, hikayat perang sabil karya Chik Pante
Kulu dapat disamakan dengan illias dan Odyssea dalam kesusastraan epos
karya pujangga Homerus di zaman “Epic Era” Yunany sekitar tahun 700-900
sebelum Mesehi.
Mengapa hikayat perang sabil begitu berpengaruh
dalam membangkitkan semangat jihat perang orang Aceh melawan Belanda.
Menurut telaahan, hikayat perang sabil yang ditulis Chik Pente Kulu ini
terdiri dari empat bagian (cerita). Pertama, mengisahkan tentang Ainul
Mardhiah, sosok bidadari dari syurga yang menanti jodohnya orang-orang
syahid yang berperang di jalan Allah. Kedua, mengisahkan pahala syahid
bagi orang-orang yang tewas dalam perang sabil. Ketiga, mengisahkan
tentang Said Salamy, seorang Habsi berkulit hitam dan buruk rupa.
Keempat, menceritakan tentang kisah Muda Belia yang sangat mempengaruhi
jiwa para pemuda untuk berjihat di medan perang melawan kezaliman
penjajahan Belanda.
Ada dua Versi pendapat tentang Tgk. Chik
Pente Kulu dalam mengarang hikayat perang sabil ini. Sebagian
mengatakan, hikayat perang sabil ini dikarang Chik Pante Kulu ketika
beliau dalam perjalanan pulang dari Mekkah ke Aceh. Berarti hikayat
perang sabil ditulis Chik Pante Kulu di atas kapal selama dalam
pelayarannya dari Arab ke Aceh. Pendapat lain mengatakan, hikayat perang
sabil ini ditulis Chik Pante Kulu adalah atas suruhan Tgk. Chik Abdul
Wahab Tanoh Abee yang lebih dikenal Tgk. Chik Tanoh Abee.
Karena,
pada waktu Tgk. Muhammad Saman Ditiro meminta izin pada Tgk. Chik Tanoh
Abee untuk berperang melawan Belanda. Maka saat itu Tgk. Chik Tanoh
Abee menanyakan pada Tgk. Chik Ditiro: “Soe yang muprang dan soe yang
taprang?”. Chik Ditiro menjawab: “Yang muprang Muhammad Saman, yang
taprang kafe Belanda”. Menurut hikayat marga tanoh abee, sekiranya waktu
itu Chik Ditiro menjawab, yang muprang ureung Islam, yang taprang
Belanda. Kemungkinan Tgk. Chik Tanoh Abee tidak merestui Chik Ditiro
untuk berperang, karena kalau orang Islam yang berperang, karena di
kalangan orang Islam sendiri masih banyak yang harus diperangi, yaitu
orang-orang yang bukan Islam sejati.
Tetapi karena jawaban Tgk.
Chik Ditiro: yang muprang Muhammad Saman dan yang taprang kafe Belanda,
maka Tgk. Chik Tanoh Abee merestui Tgk. Chik Ditiro menggerakkan
peperangan untuk melawan Belanda. Dalam mendukung gerakan perang ini
Tgk. Chik Tanoh Abee mengarang khusus hikayat perang sabil dalam bahasa
Arab untuk pimpinan-pimpinan perang. Sedangkan untuk lasykar perang
hikayat perang sabilnya dikarang oleh Tgk. Chik Pante Kulu dalam huruf
Jawi berhasa Aceh, yang kemudian hikayat perang sabil karangan Tgk. Chik
Pante Kulu ini membawa pengaruh luar biasa dalam membangkitkan semangat
jihad lasykar Aceh berperang melawan Belanda.
Salah satu bagian
paling penting dari Hikayat Prang Sabi adalah pendahuluan atau
mukadimah. Bagian yang juga berbentuk syair ini menunjukkan secara jelas
tujuan ditulisnya Hikayat Prang Sabi, dalam hubungannya dengan perang
melawan Belanda. Setelah diawali dengan puji-pujian kepada Allah
pencipta semesta alam, syair-syair pada mukadimah berlanjut pada seruan
untuk perang Sabil. Juga disebutkan satu pahala yang dapat diperoleh
bagi mereka yang berjihad dalam perang Sabil (jalan Allah-Red). Salah
satu pahala yang akan diterima mereka yang mati syahid dalam perang
tersebut adalah akan bertemu dengan dara-dara dari surga ( Bidadari ).
Salam alaikom walaikom teungku meutuah
Katrok neulangkah neulangkah neuwo bak kamoe
Amanah nabi...ya nabi hana meu ubah-meu ubah
Syuruga indah...ya Allah pahala prang sabi....
Ureueng syahid la syahid bek ta khun matee
Beuthat beutan lee...ya Allah nyawoung lam badan
Ban saree keunueng la keunueng senjata kafee la kafee
Keunan datang...ya Allah pemuda seudang...
Djimat kipah la kipah saboh bak jaroe
Jipreh judo woe ya Allah dalam prang sabi
Gugor disinan-disinan neuba u dalam-u dalam
Neupuduk sajan ya Allah ateuh kurusi...
Ija puteh la puteh geusampoh darah
Ija mirah...ya Allah geusampoh gaki
Rupa geuh puteh la puteh sang sang buleuen trang di awan
Wat tapandang...ya Allah seunang lam hatee...
Darah nyang ha-nyi nyang ha-nyi gadoh di badan
Geuganto le tuhan...ya Allah deungan kasturi
Di kamoe Aceh la Aceh darah peujuang-peujuang
Neubi beu mayang...ya Allah Aceh mulia...
Subhanallah wahdahu wabi hamdihi
Khalikul badri wa laili adza wa jalla
Ulon peujoe Poe sidroe Poe syukoe keu rabbi ya aini
Keu kamoe neubri beu suci Aceh mulia...
Tajak prang meusoh beureuntoh dum sitre nabi
Yang meu ungkhi ke rabbi keu poe yang esa
Soe nyang hantem prang chit malang ceulaka tubuh rugoe roh
Syuruga tan roeh rugoe roh bala neuraka...
Soe-soe nyang tem prang cit meunang meutuwah teuboh
Syuruga that roeh nyang leusoeh neubri keugata
Lindong gata sigala nyang muhajidin mursalin
Jeut-jeut mukim ikeulim Aceh mulia...
Nyang meubahagia seujahtera syahid dalam prang
Allah peulang dendayang budiadari
Oeh kasiwa-sirawa syahid dalam prang dan seunang
Dji peurap rijang peutamông syuruga tinggi...
Budiyadari meuriti di dong dji pandang
Di cut abang jak meucang dalam prang sabi
Oh ka judo teungku syahid dalam prang dan seunang
Dji peurap rijang peutamong syuruga tinggi...
Tidak mengherankan, Sehingga kemudian penyair Taufik Ismail mengabadikan kehebatan hikayat perang sabil karya Tgk. Chik Pante Kulu ini dalam sebuah syair panjangnya berjudul : “Teringat Hamba Pada Syuhada Kita Dihari Kemerdekaan, Musim Haji 1406 H”. Taufik bersyair:…
Nampakkah olehmu puisi itu?
Diserahkan kepada Teungku Chik Ditiro
Di sebuah desa di dekat Sigli
Dan puisi itu berubah menjadi sejuta Rencong...
Terdengarkah olehmu?
Merdunya Al Furqan dinyanyikan
Kemudian puisi perang sabi dibacakan
Yang mendidih darah memanggang udara
Menjelang setiap pasukan terlibat pertempuran
Mengibarkan Panji fi-sabilillah…
Hamba menulis puisi juga
Tapi betapa kurus puisi hamba
Kurang sikap ikhlas hamba
Banyak ria dan ingin tepuk tangan...
Apalah artinya dibandingkan puisi Perang sabi Muhammad Pante Kulu ...
Allah, berkahi penyair abad sembilan belas ini
Beri dia firdaus seluas langit bumi…
Begitu hebatnya Tgk. Chik Pante Kulu di mata penyair Taufik Ismail.
Sampai-sampai Taufik menilai puisi-puisi yang ditulisnya selama ini
belum memiliki arti apa-apa dibandingkan kebesaran syair hikayat perang
sabil yang ditulis Tgk. Chik Pante Kulu. Ulama dan pujanggawan kelahiran
1836 M di Desa Pante Kulu, Kemukiman Titeue, Kota Bakti, Pidie ini,
telah lama meninggalkan kita. Namun hikayat perang sabil yang
ditinggalkan tetap hidup di jiwa orang yang memang Aceh sebagai hasil
karya sastra terbesar yang diakui dunia pada zamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar