Selasa, 21 Mei 2013

Perjanjian "The Green Hilton Memorial Agreement"

Perjanjian "The Green Hilton Memorial Agreement" di Genewa
14 November 1963

Dan, inilah perjanjian yang sering membuat sibuk setiap siapa pun yang menjadi Presiden RI. Dan, inilah juga perjanjian yang membuat sebagian orang tergila-gila menebar uang untuk mendapatkan secuil dari harta ini yang kemudian dikenal sebagai "salah satu" harta Amanah Rakyat dan Bangsa Indonesia. Inilah perjanjian yang oleh masyarakat dunia sebagai Harta Abadi Ummat Manusia. Yang kemudian menjadi sasaran kerja tim rahasia Seoharto menyiksa Soebandrio dkk agar buka mulut. Inilah perjanjian yang membuat Megawati yang ketika menjadi Presiden RI menagih janji ke Swiss tetapi tidak bisa juga. Padahal Megawati sudah menyampaikan bahwa dia adalah Presiden RI dan ia adalah Putri Bung Karno. Tetapi tetap tidak bisa. Inilah kemudian membuat SBY membentuk tim rahasia untuk melacak harta ini yang kemudian juga tetap mandul. Semua pihak repot dibuat oleh perjanjian ini.

Perjanjian itu bernama The Green Hilton Memorial Agreement Geneva. Akta termahal di dunia ini di di tanda tangani oleh John F Kennedy selaku Presiden AS, Ir.Soekarno selaku Presiden RI dan William Vouker yang mewakili Swiss. Perjanjian segitiga ini dilakukan di Hotel Hilton Geneva pada 14 November 1963 sebagai kelanjutan dari MoU yang dilakukan tahun 1961. Intinya adalah, Pemerintah AS mengakui adanya keberadaan emas batangan senilai tak kurang dari 57 ribu ton yang terdiri dari 17 paket emas dan pihak Indonesia menerima batangan emas itu menjadi kolateral bagi dunia keuangan AS yang operasionalisasinya dilakukan oleh Pemerintah Swiss melalui United Bank of Switzerland (UBS). Kesepakatan ini berlaku tiga tahun kemudian alias 14 November 1965.

Pada dokumen lain yang tidak dipublikasi disebutkan, atas penggunaan kolateral AS tersebut harus membayar fee sebesar 2,5% setahun kepada Indonesia. Hanya saja, ketakutan akan muncul pemimpin yang korup di Indonesia, maka pembayaran fee tersebut tidak bersifat terbuka. Artinya hak kewenangan pencairan fee tersebut tidak berada pada Presiden RI siapa pun, tetapi ada pada sistem perbankan yang sudah dibuat sedemikian rupa, sehingga pencairannya bukan hal mudah, termasuk bagi Presiden AS sendiri.

Account khusus ini dibuat untuk menampung aset tersebut yang hingga kini tidak ada yang tau keberadaannya kecuali John F Kennedy dan Soekarno sendiri. Sayangnya sebelum Soekarno mangkat, ia belum sempat memberikan mandat pencairannya kepada siapa pun di tanah air. Malah jika ada yang mengaku bahwa dialah yang dipercaya Bung Karno untuk mencairkan harta, maka dijamin orang tersebut bohong, kecuali ada tanda-tanda khusus berupa dokumen penting yang tidak tau siapa yang menyimpan hingga kini. Demikianlah dokumen penting yang penulis baca dan hasil wawancara penulis dengan nara sumber dengan para tetua di dalam negeri dan wawancara dengan narasumber di Belanda, Prancis, German, Singapura, Malaysia, dan Hong Kong.

Bagi AS, perjanjian Green Hilton adalah perjanjian terbodoh bagi AS, karena AS mengakui aset tersebut yang sebetulnya merupakan harta rampasan perang. Menurut dokumen yang penulis baca. Harta tersebut merupakan dari hasil sitaan AS ketika menaklukkan German dalam perang dunia. German juga mengakui bahwa harta tersebut juga disita German ketika menyerang Belanda. Belanda pun mengakui bahwa harta tersebut merupakan rampasan harta yang dilakukan VOC ketika menjajah Indonesia.

Berdasarkan fakta yang dijumpai di lapangan, harta ini sudah pernah mau di cairkan pada 1986-1987 tetapi gagal, lalu ada percobaan lagi awal tahun 2000 juga gagal. Kini, ketika krisis menerpa AS dan dunia yang hampir membunuh sebagian besar rakyat AS, pemerintah Obama coba meyakinkan dunia melalui titah Paus di Vatikan bahwa AS berhak mencairkan harta ini. Atas dasar untuk kepentingan ummat manusia, agaknya hati Vatikan mulai luluh. Konon kabarnya, Vatikan telah memberikan restu itu tanpa mengabaikan bantuan kepada rakyat Indonesia.

Menurut sebuah sumber di Vatikan, ketika Presiden AS menyampaikan niat tersebut kepada memanfaatkan fakta MoU antara negara G-20 di Inggris dimana Presiden Indonesia SBY ikut menandatangani suatu kesepakatan untuk memberikan otoritas kepada keuangan dunia IMF dan World Bank untuk mencari sumber pendanaan alternatif. Konon kabarnya, Vatikan berpesan agar Indonesia diberi bantuan. Mungkin bantuan IMF sebesar USD 2,7 milyar dalam fasilitas SDR (Special Drawing Rights) kepada Indonesia pertengahan tahun lalu merupakan realisasi dari kesepakatan ini, sehingga ada isu yang berkembang bahwa bantuan tersebut tidak perlu dikembalikan. Oleh Bank Indonesia memang bantuan IMF sebesar itu dipergunakan untuk memperkuat cadangan devisa negara. Penulis pikir DPR RI harus ikut mengklarifikasi soal status uang bantuan IMF ini.

Kalau benar itu, maka betapa nistanya rakyat Indonesia. Kalau benar itu terjadi betapa bodohnya Pemerintahan kita dalam masalah ini. Kalau ini benar terjadi betapa tak berdayanya bangsa ini, hanya kebagian USD 2,7 milyar. Padahal harta tersebut berharga ribuan triliyun dollar AS. Aset itu bukan aset gratis peninggalan sejarah, aset tersebut merupakan hasil kerja keras nenek moyang kita di era masa keemasan kerajaan di Indonesia. Sebab dulu, beli beras saja pakai balokan emas sebagai alat pembayarannya. Bahkan kerajan China membeli rempah-rempah ke Indonesia menggunakan balokan emas.

Lalu bagaimana nasib tersebut, kita sebagai bangsa yang besar masih perlu mengkaji lebih lanjut. Pemerintah bersama rakyat perlu membentuk Tim Besar dan Lobby yang besar di tingkat internasional untuk menduduk kembali soal harta yang disepakati dalam The Green Hilton Memorial Agreement ini. Karena ini sudah menjadi fakta sejarah yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Pemerintahan SBY tidak bisa melakukan penyelidikan harta ini secara diam-diam dan hanya kalangan terbatas. Sebab harta ini milik rakyat dan bangsa Indonesia. Bukan milik pribadi Bung Karno. Keberhasilan Lobby politik Bung Karno yang luar biasa ini harus diteruskan dan jangan dimentahkan begitu saja.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar